Kamis, 28 November 2013

REMEDIAL UH 3

.      Pengertian APBN dan APBD
APBN adalah suatu daftar yang secara sistematis memuat sumber-sumber penerimaan negara dan alokasi pengeluaran negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Periode penyusunan dan pelaksanaan APBN di Indonesia dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang sama, yang selanjutnya dikenal dengan sebutan tahun anggaran.
Adapun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu daftar yang secara sistematis membuat sumber-sumber penerimaan daerah dan alokasi pengeluaran daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Periode APBD sama dengan APBN, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
2.      Fungsi APBN dan APBD
Sebagai realisasi pelaksanaan pembangunan jangka pendek (satu tahun), pemerintah pusat menetapkan APBN. Adapun pemerintah daerah menetapkan APBD. Oleh karena itu, APBN/APBD mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut.
a.      Fungsi Stabilisasi
Sebagai pedoman agar segala tindakan penerimaan dan pengeluaran keuangan negara/daerah teratur dan terkendali, pemerintah pusat/daerah menetapkan APBN/APBD. Hal ini bertujuan agar program pembangunan sesuai dengan aturan yang telah digariskan di dalam APBN/APBD sehingga dapat mempermudah pencapaian sasaran yang telah ditentukan. Dengan disusunnya APBN/APBD, diharapkan pemerintah pusat atau daerah dapat menjaga kestabilan arus uang dan arus barang sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi yang tinggi maupun deflasi yang akan mengakibatkan kelesuan perekonomian (resesi).
b.      Fungsi Alokasi
Dalam APBN/APBD ditentukan besar anggaran pengeluaran di setiap bidang. Dengan demikian, melalui APBN/APBD, dapat diketahui besar alokasi penempatan dana yang diperlukan  untuk setiap sektor pembangunan, departemen, atau lembaga. Melalui APBN/APBD pula, dapat diketahui sasaran dan prioritas pembangaunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam tahun anggaran bersangkutan.
c.       Fungsi Distribusi
Pendapatan negara/daerah yang dihimpun dari berbagai sumber penerimaan akan digunakan kembali untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara/daerah di berbagai sektor pembangunan dan departemen. Penggunaan dana keuangan negara tersebut tidak boleh hanya terpusat di satu sektor, departemen, atau daerah, tetapi harus merata ke seluruh sektor departemen, serta ke seluruh pelosok daerah, baik desa maupun kota.
d.      Fungsi Regulasi
Sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan pengendali tingkat inflasi, pemerintah pusat/daerah menetapkan APBN/APBD. Hal ini disebabkan jumlah penerimaan dan pengeluaran pemerintah digunakan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi negara dan masyarakat. Besar dan kecilnya alokasi dana APBN/APBD yang digunakan berpengaruh terhadap pengendalian inflasi.
Berdasarkan UUD 1945 ayat 1, 2, dan 3, pemerintah wajib menyusun APBN. Sebelum menjadi APBN, pemerintah menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Di Indonesia, pihak yang bertugas menyusun RAPBN adalah pemerintah, dalam hal ini presiden dibantu para menterinya. Biasanya, presiden menysun RAPBN dalam bentuk nota keuangan, yang kemudian disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disidangkan. RAPBN biasanya disampaikan, sebelum tahun anggaran yang akan dilaksanakan. RAPBN yang diajukan presiden kepada DPR, akan disidangkan dan dibahas oleh DPR mengenai kelayakannya. Jika disetujui oleh DPR, RAPBN tersebut akan menjadi APBN. APBN ini akan dikembalikan kepada pemerintah untuk dilaksanakan. Jika RAPBN tersebut ditolak DPR, pemerintah harus menggunakan kembali APBN tahun lalu tanpa perubahan.
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional. Hal ini dimaksudkan agar memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan pemerinthan daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat secara umum. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan pemerintah pusat, sedangkan fungsi alokasi pada umumnya dilaksanakan pemerintah daerah. Hal ini disebabkan daerah lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda setiap wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi tersebut sangat penting sebagai landasan dalam penentuan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara jelas dan tegas.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional. Hali in diwujudkan melalui pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional, dan perimbangan keuangan. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
3.      Tujuan Penyusunan APBN dan APBD
Setiap tahun pemerintah pusat/daerah menyusun APBN/APBD. Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis, dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Pada akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Adapun tujuan penyusunan APBD adalah untuk mengatur pembelanjaan daerah dan penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi daerah secara merata.
Prinsip dan Asas Penyusunan APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

Prinsip anggaran berimbang, yaitu sisi penerimaan sama dengan sisi pengeluaran, defisit anggaran ditutup bukan dengan mencetak uang baru, melainkan dengan pinjaman luar negeri.
Prinsip dinamis
1). Anggaran dinamis absolut, yaitu peningkatan jumlah tabungan pemerintah dari tahun ke tahun sehingga kemampuan menggali sumber dalam negeri bagi pembiayaan pembangunan dapat tercapai.

2). Anggaran dinamis relatif, yaitu semakin kecilnya persentase ketergantungan pembiayaan terhadap pinjaman luar negeri.

3. Prinsip fungsional, yaitu pinjaman luar negeri hanya untuk membiayai pengeluaran pembangunan, bukan untuk membiayai pengeluaran rutin. Semakin dinamis anggaran dalam pengertian relatif, semakin baik tingkat fungsionalitas terhadap pinjaman luar negeri.



Asas yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara meliputi:

asas kemandirian, artinya pembiayaan negara didasarkan atas kemampuan negara, sedangkan pinjaman luar negeri hanya sebagai pelengkap;
asas penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas;
asas penajaman prioritas pembangunan, artinya mengutamakan pembiayaan yang lebih bermanfaatProses Penyusunan APBN

Sejak disahkannya UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, pengelolaan APBN mengalami perubahan dalam proses penganggaran, dari perencanaan hingga pelaksanaan anggaran. Berikut tahapan proses perencanaan dan penyusunan APBN.

a. Tahap pendahuluan

1.Tahap awal mempersiapkan rancangan APBN oleh pemerintah meliputi penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas, dan penyusunan budget exercise.

Asumsi dasar APBN meliputi:

a. pertumbuhan ekonomi,

b. tingkat inflasi,

c. nilai tukar rupiah,

d. suku bunga SBI tiga bulan,

e. harga minyak internasional, dan

f. lifting.

Mengadakan rapat komisi antarkomisi masing-masing dengan mitra kerjanya (departemen/lembaga teknis).
Melakukan proses finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah.


b. Tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN

Tahapan ini dimulai dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota Keuangan.
Selanjutnya, membahas baik antara menteri keuangan dan panitia anggaran DPR maupun antara komisi-komisi dan departemen/ lembaga teknis terkait.
Hasil dari pembahasan berupa UU APBN memuat satuan anggaran sebagai bagian tidak terpisahkan dari UU tersebut. Satuan anggaran adalah dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, subsektor, program, dan proyek/kegiatan.
Untuk membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) kepada Departemen Keuangan dan Bappenas untuk kemudian dibahas menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan diverifikasi sebelum proses pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari Oktober hingga Desember.
Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa Keputusan Presiden (Kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pimpinan proyek di masing-masing kementerian dan lembaga mengajukan Surat permintaan Pembayaran kepada Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara (KPPN).


c. Tahap pengawasan APBN

Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah.
Sebelum berakhirnya tahun anggaran (sekitar bulan November), pemerintah melalui Menteri Keuangan membuat laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN) yang paling lambat dilakukan lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa keuangan (BPK). Apabila hasil pemeriksaaan perhitungan dan pertanggung jawaban pelaksanaan yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui oleh BPK, RUU PAN tersebut diajukan kepada DPR untuk mendapat pengesahan menjadi UU Perhitungan Anggaran Negara (UU PAN) tahun anggaran bersangkutan
Proses Penyusunan dan Pengesahan APBD

Kebijaksanaan dalam penyusunan APBN maupun APBD di dasarkan pada asas anggaran berimbang (balance budget). Anggaran berimbang artinya bahwa semua pengeluaran disusun berdasarkan pada penerimaan untuk mencapai keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran. Penempatan asas berimbang dalam kebijakan anggaran pada akhirnya akan mendapat kesamaan jumlah antara penerimaan dan pengeluaran. Dengan kebijakan berimbang diharaiikan kestabilan ekonomi dapat dipertahankan dan dapat menghindarkan defisit. Selain kebijakan anggaran berimbang, dikenal pula adanya anggaran surplus dan anggaran defisit.
         Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Untuk selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Dalam penyusunan anggaran daerah, melibatkan berbagai pihak yang berkompeten. Perbedaan substansial antara era sebelum otonomi dengan era otonomi daerah dalam hal penyusunan APBD adalah bahwa pada era sebelumnya dominasi eksekutif sangat besar dan hampir-hampir menafikan peran DPRD dan masyarakat. Sedangkan pada era otonomi daerah penyusunan APBD harus mengedepankan partisipasi dan akuntabilitas publik. Karena APBD merupakan operasionalisasi dari berbagai kebijakan,maka harus mencerminkan suatu kesatuan sistem perencanaan yang sistematis dan dapat dianalisis keterkaitannya dengan dokumen-dokumen perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Prinsip penyusunan APBD harus mengedepankan prinsip-prinsip good governance, sebagaimana dikemukakan Saragih (2003 : 120) bahwa prinsip- prinsip dasar pengelolaan keuangan publik adalah akuntabilitas, transparansi, responsivitas, efektif, efisien dan partisipatif. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.        APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah  berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Untuk menerjemahkan prinsip-prinsip tersebut, perlu disusun alur perencanaan anggaran. Langkah-langkah penyusunan APBD adalah sebagai berikut:
Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Sesudah RAPBD disetujui oleh DPR, RAPBD kemudian ditetapkan menjadi APBD melalui Peraturan daerah. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan Pemerintah Daerah, maka untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.

Proses pengesahan kebijakan anggaran daerah adalah sebagai berikut:
Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Termasuk dalam Draft Anggaran adalah Nota Keuangan. Pembahasan Draft Anggaran didasarkan pada Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Anggaran disepakati.
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat dilaksanakan hanya setelah divalidasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk anggaran provinsi dan oleh Gubernur untuk anggaran / Kota a Kabupaten ini. Evaluasi tersebut dimaksudkan untuk menjaga koherensi antara kebijakan daerah dan nasional, antara kepentingan publik dan kepentingan pemerintah daerah, dan untuk menilai apakah anggaran yang direncanakan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan / atau peraturan daerah lain yang ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum ditetapkan oleh Gubernur, rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui oleh DPRD serta draft Peraturan Gubernur tentang Detailization dari APBD harus diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk evaluasi. Konsekuensi, sebelum ditetapkan oleh Bupati / Walikota, rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui oleh Kabupaten / Kota Parlemen dan rancangan Kepala Badan / Peraturan Walikota tentang Detailization dari APBD harus disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah divalidasi kemudian akan ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai Peraturan Daerah tentang APBD. Kepala Daerah juga menetapkan Peraturan tentang Detailization dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Tanggal terbaru dari diberlakukannya kedua Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Detailization dari APBD adalah 31 Desember.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar